Jakarta - Wakil Ketua KPK La Ode Syarif menyebut penangkapan Ketua PN Kepahiang, Janner Purba dan Hakim Adhoc Tipikor PN Bengkulu, Toton, menjadi bukti lembaga peradilan masih bermasalah. KPK ingin lembaga penegak hukum meningkatkan koordinasi dalam upaya pencegahan korupsi di masing-masing lembaga.
Add caption2 Hakim Ditangkap, KPK: Lembaga Penegakan Hukum Masih Bermasalah |
"Kalau misalnya ada beberapa yang ditangkap akhir-akhir ini, itu menunjukkan bahwa lembaga penegakan hukum kita itu masih bermasalah. Oleh karena itu, KPK ingin bekerja sama dengan Kejaksaan, Kepolisian dan MA berupaya memperbaiki situasi ini agar lebih baik di masa yang datang," ujar Syarif di Gedung KPK, Jl HR Rasuna Said, Jakarta Selatan, Rabu (25/5/2016).
Syarif mengatakan operasi tangkap tangan yang dilakukan terhadap hakim di Bengkulu harus disertai dengan upaya koordinasi dengan MA, Kejagung, Polri serta Komisi Yudisial guna menindaklanjuti upaya pencegahan di internal masing-masing lembaga.
"Salah satu fungsi tugas KPK itu di dalam UU adalah memperbaiki tata kelola di sektor penegak hukum. Jadi itu juga salah satu yang dikerjakan KPK. Kemarin misalnya teman-teman dari Komisi Yudisial datang ke KPK untuk membicarakan kira-kira follow up atau program tindakan yang akan dilakukan antara KPK KY dan Mahakamah Agung agar hal yang seperti kemarin terjadi tidak terjadi di masa yang akan datang," imbuhnya.
KPK sudah menetapkan Ketua PN Kepahiang, Janner Purba dan hakim Toton sebagai tersangka kasus suap. Tiga orang lainnya yang juga menjadi tersangka kasus penyuapan adalah Panitera Pengadilan Tipikor Kepahiang Badarudin, mantan Wadir RSUD M Yunus, Edy Santoni serta mantan Kabag Keuangan RSUD M Yunus, Syafei Syarif.
Suap sebesar Rp 560 juta ini diduga untuk mempengaruhi putusan perkara korupsi penyalahgunaan dana honor di RSUD M Yunus. Dalam operasi tangkap tangan, penyidik KPK menyita uang tunai Rp 150 juta saat akan diberikan Syafei Syarif ke Janner Purba.
Selain itu penyidik juga menemukan adanya uang sejumlah Rp 500 juta di laci milik Janner Purba saat menggeledah rumah dinasnya.
Pemberi suap yakni Syafei dan Edy disangkakan melakukan tindak pidana korupsi sebagaimana Pasal 6 ayat (1) huruf a atau b dan atau Pasal 13 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Sedangkan Janner dan Toton sebagai penerima suap dijerat Pasal 12 huruf a atau b atau c atau Pasal 6 ayat 2 atau Pasal 11 UU Pemberantasan Korupsi.
Kemudian Badarudin yang diduga ikut mengatur rencana putusan terhadap Edy dan Syafei disangkakan melakukan tindak pidana korupsi dengan Pasal 12 huruf a atau b atau c atau Pasal 6 ayat (2) atau Pasal 5 ayat (2) atau Pasal 11.