2 Siswa SMP di Cianjur Pelaku Sodomi Puluhan Bocah Masih Berkeliaran |
CIANJUR - DN (15) dan AR (15) dua pelajar SMP di Cianjur diduga pelaku sodomi terhadap sejumlah bocah SD dan TK masih bebas berkeliaran. Padahal salah seorang pelaku telah mengakui perbuatannya.
Namun mereka hingga saat ini belum ditahan bahkan masih berkeliaran bebas berbaur dengan anak-anak lain di lingkungan tempat tinggalnya.
Informasi yang dihimpun menyebutkan, kasus kekerasan seksual berupa sodomi ini pertama kali mencuat di Gang Rinjani Kelurahan Sayang, Cianjur. Berselang kemudian kasus serupa mencuat di Kp Bunipasir, Maleber, Cianjur. Jumlah korban dari kedua kasus ini mencapai 10 orang.
Warga yang mengetahui kasus ini pun geram karena hingga saat ini belum ada tindakan hukum dari pihak berwajib. Warga khawatir, pelaku yang masih berbaur dengan anak-anak di lingkungan tempat tinggal bisa menimbulkan korban baru lagi.
“Harusnya segera ditangani, jangan sampai nunggu korban lagi baru ditangani, sigap dong,” tutur MR (42), salahseorang orangtua korban asal Gang Rinjani, Sayang, Cianjur, kemarin.
Senada kasus di Maleber, Kader Motivator Ketahanan Keluarga Karangtengah, Cianjur, Irna Suryono menyebutkan, pelaku hingga saat ini juga belum ditahan karena masih di bawah umur.
“Namun informasinya akan dibawa oleh pemerintah setempat untuk direhab. Tapi kapannya, saya kurang tau persis,” kata Irna di aula Desa Maleber, Selasa (24/5/2016).
Pelaku berinisial AR (15), kata dia, saat ini tetap menjalankan aktivitas sekolahnya. Kasus ini sendiri mencuat setelah seorang korban melapor ke kantor desa bersama orangtuanya. “Dari penuturan korban, ada lima anak laki-laki yang juga pernah disodomi oleh pelaku. Kami langsung berkordinasi dengan pihak terkait,” ucapnya.
Ketua Tim Advokasi P2TP2A Istri Binangkit Cianjur, Lidya Indiyani Umar membenarkan adanya dua kasus kejahatan seksual tersebut. Kasusnya sendiri saat ini sedang dalam penanganan tim P2TP2A dan BKBPP Kabupaten Cianjur.
“Namun karena pelakunya masih di bawah umur, jadi hukum sulit menjeratnya, termasuk minimnya alat bukti,” kata Lidya saat ditemui di kantor P2TP2A Cianjur, Kamis (26/5/2016).
Sulitnya menjerat pelaku di bawah umur ini kata dia, karena undang-undang melarang anak berada di dalam penjara.
“Saya dan beberapa aktivitas yang terlibat di perlindungan anak ini berharap ada revisi atas UU SPPA (Sistem Peradilan Pidana Anak). Karena UU ini kami rasa tidak sinkron dengan UU Perlindungan Anak,” ujarnya.
Baca Juga :